20 November 2008

Karimun; Dalam Tiga Kisah


Kisah goweser Batam di Karimun. Tidak selalu tentang kayuhan.

SEBAGAI pesepeda, tentulah sebagian catatan perjalanan saya dan mereka ke Karimun beberapa waktu lalu berisi tentang dunia sepeda. Namun tidak semua melulu berkisah tentang kayuhan.

Dalam blognya Fajar berkisah tentang lawatan kami ke Karimun dengan mellow. Ia menggambarkan kekaguman dan perasaan hatinya seperti ini:
“Terima kasih Karimun, Goweser Karimun sungguh mengagumkan, ada sekitar 5 - 7 orang yang tergolong lansia (maaf) karena sudah 60an tahun ke atas, tapi semangat mereka RRUUARRR BIASA. Dan juga kami terkagum dengan keramahan mereka semua..... Big Thanks for you all Karimun Cyclist tak lupa suguhan di garis pinish/finish (Teh O, Telor Rebus dan Kacang Hijau) sungguh "JOSS"
Thanks Karimun, engkau telah mengisi kisi-kisi mimpi nyataku”

Berbeda dengan Fajar, Bung Heski bercerita tentang kunjungannya melalui foto-foto cantik. Dua puluh sembilan foto yang ia unggah di blognya menggambarkan leburnya goweser Batam dan Karimun dalam sebuah semangat, keelokan lintasan granit, keunikan bus (truk) Karimun, serta kehangatan dan keriangan kami.
Foto-foto cantik Karimun bisa dilihat di http://hmanginsela.multiply.com/photos/album/23

Membaca ke-mellow-an Fajar dan kecantikan foto-foto Bung Heski membuat saya tergelitik untuk turut berkisah. Berbeda dengan mereka, saya mencoba menggambarkan kuliner dan kehidupan malam sebagai nafas Karimun.

Penduduk Karimun menjadikan waktu makan bak hiburan, hanyut dalam tiap detiknya dan tak ingin menyudahi. Hari diawali dengan bunyi denting sendok yang beradu dengan gelas atau piring dikedai-kedai kopi dan makanan. Aroma bumbu kacang mie lendir, wangi roti prata, dan harumnya kopi mengisi udara pagi. Beranjak siang kedai-kedai akan semakin sesak dengan orang-orang yang lagi-lagi menikmati kopi. Kopi yang disajikan dalan cangkir kecil ini tidak bisa menunjukkan pergantian waktu. Pagi atau siang, pun malam diisi dengan kopi. Selain kedai-kedai kopi, disiang hari godaan juga datang dari warung-warung yang menjual masakan cina yang tentu saja hanya bisa dinikmati kalangan terbatas. Menjelang senja, kuliner Karimun makin marak. Sebuah gang ditengah kota hiruk dengan pedagang makanan. Pesta perut dimalam hari bukan hanya marak pada sebuah gang namun juga meriah di pujasera-pujasera tepi laut.
Bagitulah, urusan perut di Karimun memang tidak pernah padam.

Setelah urusan perut terpenuhi kemudian berpindah ke bawah perut. Ya satu lagi nafas Karimun, kehidupan malam, seksualitas dan erotisme.
Memasuki Tanjung Balai Karimun, pendatang akan dikejutkan dengan deretan hotel (murah dan juga murahan) serta panti-panti pijat yang saya pikir bukan hanya menawarkan sekedar pijatan. Di kota wisata sex ini saya tercengang, saya menyaksikan langsung seorang pekerja seksual bertransaksi dengan kliennya. Saya semakin dikejutkan saat berada disebuah lobi hotel, seorang perempuan -dengan pakaian yang mengugah iman- mendatangi receptionist dan berkata dengan volume suara yang bisa didengar bukan hanya oleh si receptionist “Aku dibuking kamar 205”.
Keterkejutan saya bukan hanya dilingkungan hotel, namun juga di apotik. Mendapati seorang laki-laki membeli bermacam-macam antibiotik untuk perempuan yang digandengnya. "Minum ini supaya tak sakit" begitu kata si laki-laki.
Auw..., bodohnya. Ingin sekali mengatakan pada mereka bahwa minum antibiotik tidak dapat melindungi diri mereka dari penyakit menular seksual dan HIV.
Beberapa hal yang saya tuliskan diatas sudah menjadi bagian sehari-hari Karimun. Kehidupan malamlah yang menggairahkan kota ini, membuat kota kecil ini tetap berdenyut.

Yang saya, Fajar dan Bung Heski tulis menggambarkan keterasingan kami di Karimun. Kami tercengang sekaligus terpukau pada keunikan dan erotisme Karimun.
Selayaknya musafir, setiap perjalanan selalu menyisakan kegembiraan baru.

11 November 2008

Pelangi Untuk Kekasihku

Baru saja berakhir hujan disore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi


Agni,
Sudah tiga senja aku melihat pelangi. Melihat warna-warna. Warna -warna yang melengkung cantik di langit. Derai tawa anak-anak yang bermain di kubangan itu mengiringi keceriaan pelangi yang kukagumi. Cinta, rindu yang disampaikan melalui sorot mata berpasang-pasang kekasih di padang itu melengkapi keindahan pelangi yang kutatap.
Agni kekasihku,
Melihat pelangi, melihat warna-warna, mengingatkanku padamu.
Kukirimkan keindahan warna-warna pelangi dalam sepucuk surat ini, untukmu kekasihku.
***
Agni,
Kuterima sepucuk surat balasan darimu.
"berharap hujan datang dan pergi, setiap hari di tempatmu, agar tampakkan pelangi. Dan dirimu ingatku selalu.."
Agni kekasihku,
Kuharapkan hal yang sama, agar bisa kukirimkan lagi pelangi-pelangi lain, untukmu kekasihku.
***

07 November 2008

Nostalgila

Baru saja saya menerima foto diatas, foto kami di Tanah Lot yang diambil sekitar tahun 1987 dengan latar belakang Pura Tanah Lot yang sedang diubah elok. Melihat foto itu membuat saya bernostalgila pada masa kecil saya.
Indahnya...
***
Gadis kecil berlari ikuti arus
Tak peduli gaunnya tersingkap angin
Dia ingin bebas
Bagai bidadari
Melihat semua
Warna warni dunia
***

05 November 2008

Malaikat Juga Tahu

HARI ini saya berbincang dengan beberapa laki-laki tentang kisah terlarang mereka. Tidak akan saya teruskan.
Saya akan berbagi syair lagu Malaikat Juga Tahu milik Dewi Lestari.
Besar harapan saya lagu ini bisa menyadarkan mereka untuk segera menyudahi kisah itu.
"Bung...,sepi dan hampamu takkan hilang oleh pacar impian. Hanya mereka, malaikat-malaikatmu yang dirumah yang mampu membuat hidupmu berwarna. Kau tak lihat terkadang malaikat tak bersayap tak cemerlang tak rupawan. Dan malaikat tahu siapa pemenangnya."
***
Berikut syair lagu yang sedang saya putar berulang-ulang.
Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri..
Cintakulah yang sejati
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kau selalu meminta tuk terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi..
Karna tak sanggup sendiri
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu..
Aku kan jadi juaranya
***

02 November 2008

(Bukan) Hanya Ada Sepeda Diantara Kami

SAYA tiba di rumah saat sudah lewat tengah malam. Sebuah kantong plastik berisi bungkusan nasi dan olahan udang menemani saya melambai pada mereka. Mereka, suami-istri yang saya kenal dari bersepeda.
Beberapa jam sebelumnya, saya dikunjungi si istri. Sore itu ia datang bersama tiga buah hatinya. Ia datang membagi keramaian untuk menghapus kesepian saya. Memang menjadi ramai, ramai karena buah hatinya larut dalam dunia anak-anak (baca: memporakporandakan isi rumah) dan kami ramai dengan berbincang perihal dunia perempuan, indahnya dunia sepeda, anak-anak mereka, keunikan sigaran jiwanya, dan kebahagiannya sebagai istri dan ibu. Diluar perbincangan tentang dunia sepeda, perbincangan saya dengannya mengingatkan saya pada dua kakak perempuan yang saya rindukan.
Belum ingin mengakhiri, ia dan saya memutuskan melanjutkan perbincangan dirumah mereka. Kali ini ditemani belahan jiwanya yang acap kali menuduh saya aneh, padahal saya pikir bahwa dosis keanehannya berlipat-lipat melebihi keanehan saya, ups maaf..:)
Dan bertiga kami pun larut dalam perbincangan yang melebar kemana-mana.
Dari perbincangan kami itu, semakin menegaskan pada saya bahwa kehangatan dan rasa kekeluargaan bisa saya dapatkan pada mereka. Entah bagaimana harus merangkainya dalam kalimat tulis, namun perbincangan yang kami mulai saat senja dan berakhir dini hari dengan sebuah kantong plastik membawa kesan bagi saya. Persahabatan saya dengan mereka tidak hanya sebatas pada kegiatan bersepeda.
Bukan hanya ada sepeda diantara kami.



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id