28 Februari 2008

Senja Di Pantai Setoko

Sekitar pertengahan Desember 2007, aku dan beberapa temen mtb Batam mengunjungi Setoko, salah satu pantai di Kepri.

Untuk mencapai Setoko, dari Batam kami harus melewati tiga buah jembatan, yaitu: jembatan I atau dikenal dengan Jembatan Barelang (akronim dari Batam-Rempang-Galang) yang menjadi ikon Kota Batam dan menghubungkan Batam dengan pulau Tonton, lalu jembatan II yang menghubungkan pulau Tonton dan Nipah dan kemudian jembatan III yang mengubungkan pulau Nipah dan Setoko. Setelah melewati tiga jembatan tadi, kami harus berbelok kekanan kearah sebuah perkampungan, Setoko kurasa itu nama kampung tersebut.


Jembatan Barelang

Akses menuju kampung Setoko memang sudah bagus (aspal), tapi bagi pesepeda seperti kami (aku dan P.Andreas), yang bisa dikatagorikan golongan tak berdaya dilihat dari kemampuan dan daya tahan mengayuh, jalan Setoko seperti rentetan mimpi buruk. Kami harus bertempur dengan tanjakan-tanjakan yang sungguh menguras tenaga. Bahkan dibeberapa tanjakan, kami terpaksa berhenti dan mendorong sepeda sambil mengatur nafas. Tapi semua mimpi buruk tadi terbayar dengan keindahan yang kami dapatkan ketika tiba di pantai.

Pasir putih dengan butiran yang halus membuat kami dengan bersemangat melepas sepatu dan bermain air laut Setoko yang sangat tenang. Puas dengan bermain, kami menikmati kelapa muda, hmm..segar.

Senja datang dan surya sebentar lagi beranjak ke peraduannya. Kami ga melewatkankan moment indah ini. Kebetulan sekali P.Andreas adalah seorang fotografer, dan mendadak kami menjadi model amatiran yang ancur banget:) Dengan latar belakang “mata dewa” yang indah, pantai yang cantik, dan beberapa pohon bakau yang membuat suasana semakin romantis, kami berpose dengan berbagai gaya.
Oya mohon diabaikan “model-model” didalam foto, nikmati saja keindahan alamnya:)


Senja di Setoko

Gelap memaksa kami mengayuh sepeda pulang, selain itu "visa" bersepeda yang dimiliki bapak-bapak itu cuma sampai jam 9 malam. Semua hal indah yang kami nikmati di Setoko, terekam manis dalam bilik memori kami.

Lawatan kedua
Hasrat ingin menikmati kembali keindahan Setoko, membuatku dan bersama beberapa teman berkunjung lagi. Seperti pertama saat aku datang, Setoko masih indah...



Bersama Atik dan Kak Mar


27 Februari 2008

Perjalanan ke Pulau Sugie


Bagi yang suka jalan-jalan, Kepulauan Riau wajib dikunjungi. Kepri dengan ribuan pulaunya menyimpan pesona yang luar biasa, disini kita bisa berwisata bahari, wisata kuliner -yang terkenal dengan seafoodnya dan jangan lupa mencoba Gonggong, siput laut khas perairan Kepri-, wisata budaya dan sejarah. Diantara ribuan pulau kecil di Kepri, ada satu pulau exotic yang mungkin tidak banyak orang tahu dan pernah berkunjung.

Pulau ini kusebut saja pulau Sugie (Sugie, nama sebuah kampung di pulau ini tempat temanku tinggal), untuk nama pulau yang sebenarnya aku kurang paham. Perjalanan ke pulau ini kulakukan Sabtu 12 Januari 2008, sak jane tujuan utamanya adalah mengahadiri pesta pernikahan temenku di Kampung Buah Rawa yang letaknya berpunggungan dengan Kampung Sugie. Untuk mencapai Buah Rawa dari Sugie bisa ditempuh melalui darat yang berarti harus menerjang bukit dan hutan atau pilihan yang jauh lebih mudah adalah melalui laut dengan menggunakan kapal.

Jam 11.00 WIB aku berangkat dari kosku tercinta di Tiban Batam menuju pelabuhan Sekupang. Di Sekupang kami (aku, Atik, dan Maridan) disambut dengan teriakan penjual tiket yang mengeluarkan kepalanya dari loket dan berteriak sekeras mungkin (kindly find pic. "penjual tiket") dan membuat suasana pelabuhan mjd sangat gaduh. Akhirnya dengan Rp 65.000 ditambah biaya pas masuk pelabuhan Rp.3000, kami pergi dari kegaduhan tadi dan melangkah ke kapal.


Penjual tiket, Perjalanan dimulai

Batam-Sugie ditempuh dalam waktu 1 jam. Selama perjalanan mata kami disuguhi pemandangan laut dan deretan pulau kecil yang sangat cantik. Kapal sempat berhenti di beberapa pulau kecil untuk turun dan menaikkan penumpang. Akhirnya...kami tiba di Sugie pukul 13.15 WIB.Pintu gerbang kampung Sugie berupa dermaga kayu yang panjang dan sangat cantik, wah..bener2 indah dan tenang. Oya, ternyata di dermaga kayu ini disediakan juga toilet umum, klo kubilang toliet cemplung, hehe "semua" yang kita buang bisa langsung terjun ke laut dan mungkin akan menjadi santapan ikan2 kecil disekitarnya:)



Toilet "cemplung"


Kami beristirahat di rumah Maridan, disana kami disuguhi kerupuk ikan khas Pulau Moro (letaknya didepan Sugie), mangga, dan minuman dingin, segerrr.... Karena kenyang, kami tertidur, untunglah sebelum matahari beranjak kami dibangunkan oleh Rio (ponakan Maridan). Rio menawarkan diri menemai aku dan Atik jalan2 ke Pantai. Wuih...ternyata ada tambahan 2 orang tour guide cilik (Ryan dan Nafi), komplitlah.... (2 tante "girang" dan 3 anak-anak).Sepanjang perjalanan ke pantai, 3 tour guide tadi menerangkan daerahnya dengan gaya anak-anak yang polos:) Eitt...ditengah jalan Nafi tiba-tiba menangis, "takut lembu(sapi), mo pulang.." begitu katanya. Wah gawat nih acara ke pantai bisa batal hanya karena sapi, soale jalan terdekat ke pantai ya harus melewati kumpulan sapi yang lg makan rumput. Weh2..akhirnya Ryan memutuskan menggendong pulang Nafi dan kami melanjutkan perjalanan ke pantai

Merajuk

Pantai indah dengan pasir putih. Oya aku sempat bermain layangan dengan anak2 disebuah dermaga kayu yang lapuk smp Atik menolak untuk melewatinya.




Bermain air, Senja dan layangan, siluet Atik


Satu malam terlewati, di pagi hari kami bersiap menuju Buah Rawa. Pompong (kapal dengan mesin dalam 8PK yang menimbulkan bunyi "pongpongpong") melaju dengan lambat membelah laut yang tenang menuju Buah Rawa. Buah Rawa ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit, cukup melelahkan karena matahari bersinar terik.

Setelah bersalam-salaman dan makan tentunya, kami berpamitan pulang (ada cerita menarik pada pesta pernikahan ala kampung buah rawa, tapi akan kuceritakan lain kali). Kembali matahari membakar kulit, gosong euy....


Diatas pompong, Kampung Buah Rawa

Sampai di Sugie kami beristirahat 1 jam, mengumpulkan tenaga untuk ke air terjun (7kolam) yang lokasinya di bukit tengah2 pulau. Yap...jam 13.00 WIB perjalanan ke air terjun dimulai. Dengan motor kami melewati medan yang sangat cocok untuk dipakai offroad bersepeda, kemudian melewati kebun karet (agak merinding juga melihat sayatan di pohon karet, duh...ga kebayang kita disayat seperti itu, ngeri....), dan perjalanan dengan motor terhenti disebuah tempat datar (baik untuk camp) sekitar 5 menit dengan berjalan kaki dari kolam 1 air terjun. Setelah berjalan kaki kami sampai di kolam pertama, yang pertama terlintas di kepalaku "kenapa airnya hitam?", entahlah mgkn karena plankton ato??? aku tidak punya jawaban.Menarik, walau tidak seperti air terjun yang kubayangkan:) Menurut penduduk sekitar, air terjun ini ada 7 kolam. Tapi kami hanya sampai kolam ke-2, wis kesorean selak magrib.



Diatas kolam 2, kolam 1, air hitam

Puas bermain di kolam 1 dan 2, kami pulang. Lacur, motor yang kupakai mengalami kerusakan "gas nyantol", sangat berbahaya. Begitu juga dengan motor yang dipaki Atik, mesin panas sehingga tidak nyala. Fyuh..jadilah kami berjalan kaki hampir beberapa jam dan menitipkan motor yang rusak tadi di rumah seorang petani karet. Bener2 cape...

Untunglah di tengah jalan ada pohon kelapa, dengan sigap Awang-tour guide- memetik 4 buah kepala muda, dan kebetulan sekali Maridan membawa parang. Jadilah kami berempat yang kecapekan menikmati air kepala muda.

Nikmat....

Pesan moral: saat bepergian ke hutan bawalah parang dan ajaklah teman yang pandai memanjat pohon:)

Lelah dan haus (bgt..)

Kelapa muda membuat kami bersemangat dan kembali melanjutkan perjalanan. Kami sampai di kampung Sugie hampir menjelang magrib.

Dua malam terlewati sudah di kampung Sugie, saatnya kembali ke Batam.

25 Februari 2008

Tanjung Kelingking, Menutup Rangkaian Gowes Februari

SELAMA Februari 2008 kegiatan gowesku cukup padat. Mulai dari b2w, gabung fun bike, gowes kuliner, gowes santai bareng Atik, Ana dan migrants dan terakhir ditutup dengan offroad ke Tanjung Kelingking yang memacu adrenalin.

AWAL FEBRUARI
Kegiatan gowes Februari diawali dengan Fun Bike dengan rute STF-Jembatan Barelang, yang merupakan rangkaian dari acara grand opening STF. Fun bike yang bener-bener FUN. Kenapa? Karena sepanjang perjalanan dari Jembatan Barelang-STF, kami menggowes di bawah hujan. Asiiik..., jadi ingat masa anak-anak dulu yang doyan banget hujan-hujanan, walau ketika sampai dirumah harus siap menghadapi “ungkapan kasih sayang” ibu:)
Selain hujan-hujanan, kegiatan ini jadi ajang “kopi darat” antar goweser Batam, karena ada sebagian yang hanya kenal melalui milis.

Fun Bike, sebelum start

MINGGU KE-2 DAN KE-3
Di pertengahan Februari, kegiatan gowes semakin menyenangkan. Menyenangkan karena berhubungan dengan perut, ya... gowes Kuliner:)
Melanjutkan gowes kuliner Mie Ayam Istimewa pada Januari, kali ini menu yang kami pilih ga jauh dari ayam; bubur ayam, lontong sayur plus telur ayam, dan soto ayam Cak Sam yang mak nyus....
Bukan hanya makanan yang kami nikmati dalam gowes kuliner, tanjakan Tg.Uma, ‘tanjakan rujak’, dan Jalur Biru (plus terjebak di pasar pagi Samarinda, diantara sayur, ikan dan himpitan pembeli) sempat kami cicipi.

Tak bersisa; Soto ayam Cak Sam, yang mak nyus....

MENUTUP FEBRUARI
Rencana awal kami (aku, P.Dj, P.Mashuri) diminggu ke-4 Februari adalah bergabung dengan rombongan Shimano, gowes to Jembatan 5 dan menginap di Lucky seafood Resto. Tapi mendadak buyar karena P.Dj ke Jakarta untuk Munas ISSI, kemudian aku memilih menemani migrants ‘berwisata’ ke Kandang Rusa, dan P.Mashuri??, hehe..aku ga tau alasannya, mungkin saja karena dua orang temannya ga jadi ikutan:)

Tawaran P.Wibi
Tak diduga, suatu sore P.Wibi menghubungiku, menawarkan offroad ke Tg. Kelingking. Kusambut gembira, karena offroad menjadi pilihan yang sangat menarik setelah sedikit kejenuhan menggowes diatas aspal.

Tanjung Kelingking
24 Februari, 05.05 WIB, aku menunggu P.Wibi, di bus stop Cipta Puri, 10 menit lebih awal dari janji kami. Dalam kecemasan aku menunggu. Cemas? Ya, karena saat menunggu ada seorang pengendara motor bermaksud menggoda (jarang2 sie, tapi pliz deh..), mungkin dia berpikir aku adalah “kupu-kupu malam” (bahasanya jadul bgt) yang kesiangan. Si penggoda ga sopan itu bener-bener geblek, menggoda waria seperti aku yang memakai kostum olahraga dan sedang bersanding dengan sebuah sepeda.
Oh....perempuan dimana dan kapan saja mudah sekali mengalami harassment:(

05.30 WIB, akhirnya P.Wibi datang. Tanpa membuang waktu kami langsung meluncur ke STF, dan dari STF kami ke Simpang Barelang menunggu lori yang akan mengangkut kami.

06.00 WIB, lori penuh sesak dengan sepeda dan goweser. Beberapa puluh menit kemudian, tiba di jembatan 4, kami (aku, P.Wibi dan P.Mashuri) turun dan bersiap memulai petualangan.
Sepeda kami kayuh pelan melewati jalan tanah merah berbatu, lengkap dengan tanjakan dan down hill. Fyuh.., keringat bercucuran, kami beristirahat disebelah ladang jagung. Setelah cukup mengatur nafas, perjalanan dilanjutkan.
Mengerikan...., kami dihadapkan dengan down hill yang panjang dan berbahaya serta beberapa jebakan pasir. Beberapa kali hampir saja kayuhanku akan berakhir dengan luka-luka dan kesakitan, tapi syukurlah Tuhan sangat mencintaiku.
Di ujung perjalanan, tepatnya hanya beberapa meter dari pantai Tg.Kelingking, terjadi kecelakaan ; P.mashuri dan aku terjerembab yang mengakibatkan luka lecet dan lebam pada kaki kiriku.
Tragis....:(

Terjerembab, ba dubi dop ba do bop,Ba dubi dop ba do bop,Ba dubi dop ba do. Oh yeah” (diubah dari mmmbop, Hanson)



Si Koni, P.Mashuri dan P.Wibi, dan PantaiTg. Kelingking

Sepedapun naik boat pancung
Puas menikmati pantai dan beristirahat sambil menikmati bekal masing-masing, perjalanan dilanjutkan melalui laut. Yup, kami naik boat pancung, kapal kecil dengan mesin luar 15PK yang berbahan bakar bensin ini membelah laut dengan pelan dan membawa kami (dan sepeda tentunya) menuju jembatan 4. Dari atas pancung, kami menikmati pemandangan yang mendamaikan hati. Beberapa kali kulihat aura kegembiraan terpancar dikedua bapak-bapak, bahkan P.Wibi mengacungkan jempol sebagai pertanda view yang kami saksikan sangat indah.

Beberapa menit membelah laut, akhirnya kami tiba di jembatan4, perjalanan kami lanjutkan dengan menggowes menuju STF. Oya di jembatan 4, kami bertemu rombongan Shimano yang kelelahan setelah menggowes sejak Sabtu.



Diatas Pancung

Lori – gowes offroad – boat pancung – gowes on road, bener-bener komplit, sungguh perjalanan yang menyenangkan.....

Tanjung Kelingking, menutup rangkaian gowes di bulan Februari.

“Tanjung Kelingking, a good ending”

13 Februari 2008

Menjelang Imlek, Kecemasan, Harapan, Prasangka dan Perpisahan


Menjelang Imlek
Bayi kecil itu lahir 6 Februari 2008, 14.30 WIB, lahir spontan dengan berat 800gram, prematur, dan inadequate cry. Di awal kehidupannya diluar kandungan, dia mengalami kesulitan bernafas. Organ-organ vital seperti paru, jantung, ginjal dan lainnya belum tumbuh dengan sempurna. Paru-parunya belum memiliki surfaktan; cairan yang melapisi alveoli untuk mencegah dinding alveoli saling melekat. Paru-paru itu belum siap untuk membantu hidupnya di dunia. Hal ini menyebabkan beberapa kali bayi kecil ini mengalami apnea (henti nafas). Rumah sakit tempat si bayi ini ini dilahirkan tidak mempunyai alat-alat untuk menunjang hidupnya, seperti ventilator.
Melalui diskusi panjang dan melelahkan dengan seorang dokter di Jakarta, akhirnya kami sepakat untuk segera memindahkan bayi ini ke NICU (neonatal intensive care unit) RS Awal Bros -satu-satunya RS diBatam yang punya fasilitas NICU-.
Proses pemindahan berlangsung pukul 23.40 WIB, 20 menit sebelum Imlek.

Kecemasan
Dalam sebuah ambulance yang sirinenya memekakkan telinga, aku, seorang dokter jaga, dua orang paramedik NICU terlatih, security, driver dari RS Awal Bross, dan seorang dokter diujung telp, dengan penuh kecemasan menemani perjalanan si bayi kesebuah tempat yang memberi harapan untuk kelanjutan sebuah kehidupan.

Harapan
Sepanjang perjalanan tidak putus-putusnya aku berdoa untuk kehidupan si kecil, aku bukan tipe orang religius, tapi kali ini harapanku satu-satunya adalah pada TUHAN.
Jam 00.00, ambulance melaju dijalanan sekitar waduk Sei Ladi, daerah yang konturnya berbukit. Dari sini dapat kulihat dengan jelas dan sangat indah kembang api “Gong Xi Fa Cai” mewarnai gelapnya langit Batam. Setiap letupan dan keindahannya mewakili kecemasan dan harapanku.

“Pada sebuah malam Imlek,
Terdapat beribu letupan kecemasan
Dan sejuta keindahan harapan
Untuk dinikmati”

“Gong Xi Fa Cai


Prasangka
Ternyata perjuangkanku untuk memberikan bayi kecil ini kesempatan hidup tidak disambut dengan suka cita oleh seseorang. “Seseorang” ini berprasangka bahwa aku mengambil keputusan ini tanpa berkoordinasi dengan Jakarta dan tanpa ijin darinya.
Oh Tuhan...
Waktu itu aku berusaha menghubunginya, tapi sangat sulit sepertinya crowded karena malam Imlek. Perjuanganku tidak tidur smp jam3 pagi, negosiasi dengan RS untuk DP (fyi DP 10jt), untuk kehidupan si bayi seperti tidak berarti.
Selain itu ada banyak kata-kata yang seharusnya tidak pantas diucapkan seperti:
Kalimat pertama “Berapa lama dia (bayi) dirawat disana, klo mati kan sia-sia”
Oh..., bukankah tidak ada yang sia-sia dari suatu usaha??
Lagipula menolong keluarga dan khususnya bayi ini adalah komitmen kemanusiaan organisasi tempat kami bekerja.
Sepertinya tidak ada keikhlasan untuk mengeluarkan dana yang besar untuk bayi ini, yang nyata-nyata ini bukanlah uangnya.
Kalimat kedua “Bapakknya saja ga peduli”
Aku sangat yakin orang tuanya sangat peduli, karena aku melihat raut wajah kecemasan dan sedih diwajah mereka. Mereka tidak bisa berbuat banyak karena ketidakmampuan bukan karena ketidakmauan.
Aku sepertinya tidak perlu menuliskan kalimat-kalimat yang lain....:(

Perpisahan
Setelah 3 hari perawatan, bayi kecil ini tidak dapat bertahan. Dia meninggal 9 Feb 2008, 10.30 WIB. Diiringi kesedihan orang tua dan kerabat, si bayi kecil ini dimakamkan di TPU Temiang dengan upacara sederhana.
“Semoga damai”


Tanggal 7 Februari 2008, dokter anak yang merawat si bayi meresepkan surfaktan seharga SIN $2100 ato sekitar Rp. 14 jt. Hari itu hari libur, semua bank tutup, transaksi lewat ATM terbatas sampai dengan Rp. 5 juta. Dengan terpaksa aku harus menghubungi Putu guna meminjam uang untuk sebotol surfaktan. Berkat bantuannya, surfaktan berhasil didapatkan. Uang yang dia pinjamkan untuk surfaktan adalah untuk tabungan bayi mereka (putu-dian) dimasa depan, dan ternyata setelah uang itu kukembalikan, putu mengabarkan bahwa mereka akan mempunyai seorang bayi:)
Hehe...

08 Februari 2008

Alex, Enam Tahun Tanpa Kebebasan


Enam tahun sudah dia hanya bergelayut dari satu ring besi ke ring besi lain di dalam kandangnya. Ia tidak pernah merasakan bergelayut di pepohonan sebagaimana yang dirasakan oleh lutung jawa lain yang hidup bebas di alamnya. Alex -seekor lutung jawa- secara ga sengaja “kutemukan” ketika melintas didepan sebuah Vihara didaerah Tiban II.

Pagi itu, Alex berteriak-teriak, entah apa yang diinginkannya. Tapi justru karena teriakannya itu, aku jadi tahu klo di dalam Vihara yang setiap hari kulewati ada seekor lutung jawa yang menggemaskan.
Awalnya ketika kudekati, Alex hanya menatapku dan beberapa saat kemudian dia berpindah ke pojok lain dari kandangnya, mungkin dia masih asing denganku.
Esok harinya aku datang lagi, menjenguk Alex yang malang. Kebetulan sekali pisang persedian makan Alex tepat disebelah tempat aku berdiri mengamati tingkah Alex. Kuambil sebuah (dengan sedikit mengabaikan aromanya karena aku tidak suka pisang), kugoda Alex dengan pisang yang ranum, dan dia mendekat. Oh bahagianya, Alex menyambut tanganku, dan tentunya pisangnya:)
Setelah “godaan” itu, Alex sangat ramah terhadapku bahkan dia memintaku untuk menggaruk punggungnya. Bukan Alex yang geli, tapi aku....

Alex sendirian dalam kandangnya, tapi yang lebih buruk kenapa Alex bisa berada dalam kandang??
Berdasarkan informasi yang kudapat dai penjaga Vihara, Alex dititipkan seorang warga Spore (belum kukorek lbh lanjut), dan katanya lagi warga Spore ini memiliki surat-surat resmi pemilikan Alex.
Hmm..seorang warga Spore "memiliki" seekor lutung jawa??

Mengutip dari Press Release Profauna -sebuah lembaga non profit berjaringan internasional yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya- lutung jawa (trachipithecus auratus) adalah jenis satwa yang dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan. Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan hukuman penjara maksimum 5 tahun dan denda 100 juta.

Nah loh, jika memang tidak boleh diperjualbelikan lalu darimana si Spore ini mendapatkan Alex plus surat2nya?

Hmm...???

Slogan Profauna “satwa liar tidak bisa bicara, namun kita bisa bicara dan berbuat untuk mereka”
Lengkapnya silahkan berkunjung ke: http://www.profauna.or.id/
Walau aku bukan orang profauna, apakah dengan membagi cerita tentang Alex termasuk dalam “kita bisa bicara dan berbuat untuk mereka”?
Jawabnya : tentu tidak...
Tapi aku bisa membantu Alex menggaruk punggungnya:)
Akankah Alex mendapatkan kebebasan?

Untuk Nai:
Nai di Profauna kamu bertugas untuk “mengemail” satwa-satwa to? Tolong “email” Alex. Aku iba dengannya.

04 Februari 2008

Banjir lagi....


Februari 2008 diawali dengan kekacauan. Jakarta banjir lagi.....
Bandara Cengkareng ditutup selama beberapa jam, penerbangan dalam dan luar negeri ditunda, ribuan penumpang terlantar, belum lagi dampaknya di bandara-bandara lain.
Banjir telah tiba, banjir telah tiba...!

Dibawah ini komentar beberapa orang tentang banjir:

Sigit : Agresi air sedang terjadi
Putu : Jakarta banjir, aku harus menginap semalam lagi di Pekan Baru, penerbanganku ditunda:(
Julia Perez : Ini akibat buang sampah sembarangan
Fauzi Bowo: Semua berfungsi baik, cuma ga maximal. Ini karena sampah yang menumpuk, drainase ga lancar (ini yang kuingat dari pernyataannya di beberapa stasiun TV saat meninjau di Pintu Air Manggarai). Selain itu, laut jangan terlalu lama pasang, karena kita tidak bisa memompa air ke laut.

Tentang air laut yang pasang mungkin aktivis lingkungan akan mengatakan “air laut pasang akibat pemanasan global”.
Kemudian pesepeda akan menjawab “makanya nyepeda aja”:)
Hehe..jadi ngelantur kemana-mana.

Banjir oh air.....
Banjir yang tak kunjung usai.



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id