13 Februari 2008

Menjelang Imlek, Kecemasan, Harapan, Prasangka dan Perpisahan


Menjelang Imlek
Bayi kecil itu lahir 6 Februari 2008, 14.30 WIB, lahir spontan dengan berat 800gram, prematur, dan inadequate cry. Di awal kehidupannya diluar kandungan, dia mengalami kesulitan bernafas. Organ-organ vital seperti paru, jantung, ginjal dan lainnya belum tumbuh dengan sempurna. Paru-parunya belum memiliki surfaktan; cairan yang melapisi alveoli untuk mencegah dinding alveoli saling melekat. Paru-paru itu belum siap untuk membantu hidupnya di dunia. Hal ini menyebabkan beberapa kali bayi kecil ini mengalami apnea (henti nafas). Rumah sakit tempat si bayi ini ini dilahirkan tidak mempunyai alat-alat untuk menunjang hidupnya, seperti ventilator.
Melalui diskusi panjang dan melelahkan dengan seorang dokter di Jakarta, akhirnya kami sepakat untuk segera memindahkan bayi ini ke NICU (neonatal intensive care unit) RS Awal Bros -satu-satunya RS diBatam yang punya fasilitas NICU-.
Proses pemindahan berlangsung pukul 23.40 WIB, 20 menit sebelum Imlek.

Kecemasan
Dalam sebuah ambulance yang sirinenya memekakkan telinga, aku, seorang dokter jaga, dua orang paramedik NICU terlatih, security, driver dari RS Awal Bross, dan seorang dokter diujung telp, dengan penuh kecemasan menemani perjalanan si bayi kesebuah tempat yang memberi harapan untuk kelanjutan sebuah kehidupan.

Harapan
Sepanjang perjalanan tidak putus-putusnya aku berdoa untuk kehidupan si kecil, aku bukan tipe orang religius, tapi kali ini harapanku satu-satunya adalah pada TUHAN.
Jam 00.00, ambulance melaju dijalanan sekitar waduk Sei Ladi, daerah yang konturnya berbukit. Dari sini dapat kulihat dengan jelas dan sangat indah kembang api “Gong Xi Fa Cai” mewarnai gelapnya langit Batam. Setiap letupan dan keindahannya mewakili kecemasan dan harapanku.

“Pada sebuah malam Imlek,
Terdapat beribu letupan kecemasan
Dan sejuta keindahan harapan
Untuk dinikmati”

“Gong Xi Fa Cai


Prasangka
Ternyata perjuangkanku untuk memberikan bayi kecil ini kesempatan hidup tidak disambut dengan suka cita oleh seseorang. “Seseorang” ini berprasangka bahwa aku mengambil keputusan ini tanpa berkoordinasi dengan Jakarta dan tanpa ijin darinya.
Oh Tuhan...
Waktu itu aku berusaha menghubunginya, tapi sangat sulit sepertinya crowded karena malam Imlek. Perjuanganku tidak tidur smp jam3 pagi, negosiasi dengan RS untuk DP (fyi DP 10jt), untuk kehidupan si bayi seperti tidak berarti.
Selain itu ada banyak kata-kata yang seharusnya tidak pantas diucapkan seperti:
Kalimat pertama “Berapa lama dia (bayi) dirawat disana, klo mati kan sia-sia”
Oh..., bukankah tidak ada yang sia-sia dari suatu usaha??
Lagipula menolong keluarga dan khususnya bayi ini adalah komitmen kemanusiaan organisasi tempat kami bekerja.
Sepertinya tidak ada keikhlasan untuk mengeluarkan dana yang besar untuk bayi ini, yang nyata-nyata ini bukanlah uangnya.
Kalimat kedua “Bapakknya saja ga peduli”
Aku sangat yakin orang tuanya sangat peduli, karena aku melihat raut wajah kecemasan dan sedih diwajah mereka. Mereka tidak bisa berbuat banyak karena ketidakmampuan bukan karena ketidakmauan.
Aku sepertinya tidak perlu menuliskan kalimat-kalimat yang lain....:(

Perpisahan
Setelah 3 hari perawatan, bayi kecil ini tidak dapat bertahan. Dia meninggal 9 Feb 2008, 10.30 WIB. Diiringi kesedihan orang tua dan kerabat, si bayi kecil ini dimakamkan di TPU Temiang dengan upacara sederhana.
“Semoga damai”


Tanggal 7 Februari 2008, dokter anak yang merawat si bayi meresepkan surfaktan seharga SIN $2100 ato sekitar Rp. 14 jt. Hari itu hari libur, semua bank tutup, transaksi lewat ATM terbatas sampai dengan Rp. 5 juta. Dengan terpaksa aku harus menghubungi Putu guna meminjam uang untuk sebotol surfaktan. Berkat bantuannya, surfaktan berhasil didapatkan. Uang yang dia pinjamkan untuk surfaktan adalah untuk tabungan bayi mereka (putu-dian) dimasa depan, dan ternyata setelah uang itu kukembalikan, putu mengabarkan bahwa mereka akan mempunyai seorang bayi:)
Hehe...

3 komentar:

wisnu mengatakan...

penyajian yg apik, menarik untuk dibaca, menyimpan banyak pertanyan karena penasaran, tapi menyedihkan karena ini kisah yg nyata(berharap ini sekedar cerita palsumu wae....)
nyom...nek bapak itu belum mati, kwe tabrak wae pake mobil kantor!
benar2 membuat moodku tdk baik hr ini, marah, sedih, kecewa...
LUAR BIASA! tempat kerja kita byk dihuni manusia biadab!

ayu mengatakan...

Haha...tabah dan tawaqal wae Nu.
Katamu Tuhan ga pernah tidur, ya wis dilakoni wae:)

Unknown mengatakan...

ayuuuu....
dirimu berbakat menjadi penulis...
tapi bukan penulis cerita fiksi yg penuh imajinasi... tetapi menulis dengan hati telah menyentuh sisi kemanusiaan setiap individu yang pernah merasa duka dan berharap seseorang mendengar...
met kerja ayu... bukan cuma fisik tapi hatimu pun bukti Tuhan ada di hati setiap orang...

Posting Komentar | Feed



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id