07 Oktober 2008

Kembali Bersepeda, Kembali Berpijar

Men Sana In Corpore Sano. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

Dua minggu saya absen bersepeda, terasa sangat lama, terasa tidak sehat. Dua minggu ini jantung saya berdebar lebih cepat, perut membuncit, kulit pucat karena jarang terpapar matahari, ditambah lagi ketidakwarasan itu memperburuk kesehatan saya, dan saya meredup.

Penuh semangat untuk kembali sehat dan sehat, saya menerima ajakan bersepeda dua perempuan -Bu Budi dan Teteh Patra- yang sedang gila bersepeda.

Kembali Bersepeda

Pukul 05.15 WIB saya meninggalkan rumah, mengayuh sepeda ke Batuaji. Satu jam mengayuh sendirian, akhirnya saya bisa menyapa mereka di halte bus Pasar Sagulung. Morning ladies..., dan mereka tersenyum manis.
Perjalanan kami mulai, mengayuh sepeda melintasi Hutan Mata Kucing, Sei Harapan, Sekupang, dan akhirnya tiba di tempat tujuan kami, Kandang Rusa.
Sambil menikmati panganan Lebaran, kami melepas lelah. Rupanya kehadiran (dan makanan) kami menarik perhatian seekor rusa untuk mendekat. Jadilah pagi itu kami bertiga memberi makan rusa. Krutuk krutuk.. begitu bunyi makanan yang hancur digilas gigi-gigi si rusa jinak.

Selepas bermain dengan rusa, perjalanan kami lanjutkan ke Pasar Sei Harapan, mencari sarapan. Di pasar ini kami berputar-putar bingung memilih menu sarapan. Malas berputar lagi, malas bingung lagi, akhirnya kami memutuskan untuk menikmati Bakso dan Mie Ayam disamping sebuah toko kelontong. Toko ini mengingatkan saya pada Toko Sinar Harapan dalam Laskar Pelangi, toko yang penuh barang. Sepertinya pemilik toko seperti A Miauw, memiliki sakit jiwa no.28 yaitu menyimpan barang-barang tidak berguna. Meski dalam suasana hoarding toko serta ditambah tarian belatung dihadapan kami, sarapan kami pagi itu terasa nikmat.

Disela sarapan, sempat juga kami berbincang tentang perselingkuhan, ketidakpuasan laki-laki dan kebodohan perempuan. Ketika membahas kebodohan perempuan, Bu Budi berujar "Perempuan yang terlibat dalam perselingkuhan, harus siap menyakiti". Aku menatap Teh Patra dan berujar "Kita tidak siap menyakiti kan?". Fyuh.., obrolan pagi yang melelahkan.

Matahari meninggi, bergegas kami mengayuh sepeda ke arah Tanjung Riau, dan berpisah di Simpang Base Camp. Sabtu pagi yang menyenangkan.

Pengkhianatan di Hari Minggu

Minggu pagi saya berjanji pada Bu Budi untuk menemaninya menjajal Jalur Neng. Tapi janji tinggal janji, janji diatas ingkar, saya mengkhianati janji. Berkhianat padanya dengan mengirim pesan pendek mengabarkan bahwa saya tidak bisa menemaninya bersepeda di Jalur Neng dengan alasan tidak enak badan, namun pada kenyataannya saya membuat janji lain, bersepeda ke Sei Ladi bersama Teh Patra.

Pengkhianatan itu menyenangkan, oh maaf Bu..
Tidak bisa dipungkiri, saya benar-benar menikmati Sei Ladi -jembatan dan dam-, kemudian mampir ke Pura dan menyempatkan diri bersujud syukur, yang ternyata dapat membuat saya merasa tenang.


Bu Budi, Teh Patra, dan saya

Kembali Berpijar

Kembali bersepeda membuat saya kembali berpijar. Merasa menjadi saya, merasa lebih sehat, dan merasa bahagia.
Bersepeda telah memberi warna dalam hidup saya, warna yang membaur berganti.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

lebih baik terlambat drpd tidak sama sX... mungkin ungkapan itu yg paling tepat coz nenk br sempat ngklik blognya.. he3x dduuuhhh yg udh kembali berpijar, nenk ikut seneng deh. kpn2 qt gowes lg but womens only djenk nenk, djeng ayu & djeng budi... 3 bidadari

Anonim mengatakan...

Men Sana In Corpore Sano. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat? bener ya...?nampaknya perlu dipikirkan lagi..? apa untuk mengatakan berpijar kembali...?he...he...jujur juga, laen kale jangan bikin alesan,katakan saja apa maumu....memilih yang diinginkan.....selamat berpijar..

Posting Komentar | Feed



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id