28 Januari 2008

"Bapak Wong Cilik"


Minggu, 27 Januari 2008, matahari bersinar terik. Aku dikantor untuk beristirahat (setelah offroad ringan ke Marina) dan mengerjakan laporan bulananku.
Pukul 13:39:57 hpku berbunyi, sebuah sms dari Sigit. “Soeharto is dead!”, begitu isi smsnya. Saat itu juga aku membuka http://www.liputan6.com/ untuk mencari kebenaran informasi yang dikirimkan Sigit.
Ya berita itu benar...

Hambar...., tidak ada duka, marah apalagi senang. Terasa biasa saja dan tidak ada yang “istimewa” tentang wafatnya Soeharto. Tapi menjadi sedikit berbeda setelah sampai di kost dan membicarakan kematian Pak Harto dengan Atik (seorang penjaga minimarket disebelah kost).

Aku: Ga layat Tik?
Atik: Ga mbak..
Aku: Njuk ngopo, Tahlilan engko bengi?
Atik: Yo mbak.... Berduka aku mbak
Aku: Lah?
Atik: Nek ga ono Soeharto, awake dhewe ga sekolah.
Aku: (speechless)
(Aku melangkah ke kamar, merebahkan tubuh dan memikirkan kata-kata Atik)

Soeharto, “Bapak Pembangunan”, "Bapak Bangsa", “Bapak Wong Cilik” dan masih banyak label lainnya, adalah tokoh penuh kontroversi, dipuja sekaligus dihujat.

Yang kuingat dari Soeharto, adalah “Klompencapir”-nya. Acara bincang antara petani dan Presiden yang ditayangkan di TVRI ini, kala itu terasa menganggu kesenanganku sebagai anak-anak. Sebagai anak-anak timbul pertanyaan, kenapa TVRI tidak meyiarkan kartun-kartun WaltDisney, Aneka Ria Anak Nusantara atau menayangkan serial Friday The 13th atau bahkan lebih bagus lagi jika menanyangkan acara musik “Album Minggu Kita”. Hehe..kalau acara Album Minggu Kita diputar saat jam tayang Klompencapir, nama acara bisa ganti jadi “Album Senin/Selasa....Kita" dst:)

Terlepas dari acara “diskusi palsu” tadi, -hehe..palsu karena sebagian besar yang disampaikan oleh petani sifatnya hanya ABS (asal bapak senang)-, ada beberapa program Soeharto yang kupikir cukup berhasil, seperti Program KB yang benar-benar menunjukkan hasil positif. Hasil dari program ini adalah penurunan jumlah angka kematian bayi, peningkatan kesehatan ibu dan anak dan tentu saja program “dua anak cukup” ini dapat menghambat laju pertumbuhan penduduk.
Masih ingat program Wajib Belajar (mungkin ini yang dimaksudkan Atik dengan "Nek ga ono Soeharto, awake dhewe ga iso sekolah"), kupikir lumayan berhasil. Klo zamanku anak-anak dulu, hampir setiap anak (di daerahku) bisa bersekolah. Bahkan untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi sampai universitas, lebih mudah dicapai. Karena saat itu biaya pendidikan tidak “segila” sekarang. Berbeda sekali dengan saat ini, untuk sekolah harus mampu secara financial selain punya modal kecerdasan. Kata ibuku “ Saiki, nek pengen sekolah kudu pinter tur nduwe”.
Selain keberhasilan-keberhasilan tadi, Soeharto juga dihadapkan dengan kasus tuduhan pelanggaran HAM dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Yah..Soeharto juga manusia yang ga luput dari khilaf dan kesalahan.
Kata Mbak Atik (mantan buruh pabrik disebuah perusahaan elektronik di Batam) “Soeharto punya banyak kesalahan, sebagai manusia saatnya kita memaafkan.”

Atik dan Mbak Atik adalah wakil dari “wong cilik” yang menghargai dan berusaha memaafkan mantan pemimpinnya.

Soeharto -Bapak Wong Cilik-


FYI: Hari ini di Bali sedang berlangsung konferensi internasional ANTIKORUPSI, dan tadi pagi peserta konferensi ini mengheningkan cipta untuk Soeharto.
Hmm..??

0 komentar:

Posting Komentar | Feed



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id