19 Januari 2008

GHOSTS -Ai Qin di Negeri Hantu-



GHOSTS, sebuah film pilihan pada Festival Film Sundace 2007, sutradara: Nick Broomfield, pemain: Ai Qin Lin, Zhe Wei, Mackenzie, Daniel Baldwin, (kupikir) menceritakan betapa jahatnya human trafficking.


Ai Qin, seorang ibu muda yang tinggal disebuah desa di Provinsi Fujian Cina dilanda gundah. Upahnya dari hasil bekerja di ladang orang hanya 30 pound sterling (Rp 550 rb) sebulan. Dia masih harus menanggung putra, sementara suaminya pergi lantaran tergoda perempuan lain.
Tak mengherankan bila ia terbius bujuk rayu geng Kepala Ular, calo yang menjanjikan pekerjaan enak dengan penghasilan besar di Inggris. Ia berkeras pergi kendati sang bunda gigih menahan. Ongkos perjalan yang mahal diutupnya dengan pinjaman dari lintah darat.
Maka, dimulailah perjalanan darat yang memakan waktu enam bulan itu: dari Fujian melalui Moskow dan berkelok ke Boegrad. Sesampainya di Calais, Prancis, Ai Qin dan kawan-kawannya dimasukkan ke dalam kotak kayu seperti benda mati, kemudian diseberangkan ke Inggris menggunakan feri.
Sebagai pendatang dengan nama dan identitas palsu, mereka harus menjalani aneka pekerjaan kasar bergaji rendah. mereka menjadi tulang punggung industri pengolahan makanan, konstruksi, dan jasa kesehatan di negeri hantu-ini sebutan orang Cina untuk orang kulit putih, seperti orang Indonesia memanggil mereka bule.
Derita Ai Qin dan 23 teman seperantauan berujung tragedi Teluk Morecambe. Hari itu, 5 Februari 2004, mereka yang sedang mencari kerang yang tinggi harganya tersapu gelombang pasang air laut. Cuma Ai Qin yang berhasil lolos dari Maut.
Ai Qin yang dalam film ini memerankan dirinya sendiri berhasil pulang dan bertemu embali dengan anaknya di Fujian. Namun, ribuan pekerja migran lain asal Cina dan negara-negara lain tak seberuntung dia (Nugroho Dewanto, Tempo 13 Januari 2008).

Apa yang dialami Ai Qin sebagai pekerja migran illegal di negeri asing dan korban dari yang disebut human trafficking dialami juga oleh saudara-saudara kita baik Indonesia dan dari negara-negara lain.
Merujuk pada protokol PBB 2000 bahwa yang dimaksud dengan trafficking yaitu sebuah kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung atau menerima tenaga kerja dengan cara ancaman kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Dengan cara; mencuri, menculik, memperdaya, membujuk, atau mengiming-imingi korban, menyalahgunakan kekuasaan atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan atau kepolosan serta ketidakberdayaan korban dan ini semua tidak ada perlindungan terhadap korban atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan persetujuan dari orang tua, wali atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk menghisap, menguras tenaga dan mengeksploitasi korban. Untuk lebih mudahnya ada 3 unsur yang ditekankan dalam human trafficking ini yaitu pemindahan, unsur pemalsuan atau penipuan dan unsur eksploitasi.
Human trafficking terjadi disekitar kita. Ya...tidak pernah kusadari sebelumnya bahwa beberapa orang disekitarku (teman dan beberapa deteni di Rumah Detensi Imigrasi) adalah korban trafficking. Dibalik senyum mereka, tersimpan potongan kisah hidup yang suram.
Yuni panggilannya, yang setiap hari berbagi keceriaan dan bernyanyi lagu Malaysia favoritnya, membagi kisah hidupnya sebagai korban trafficking padaku. Ketika itu usianya 15 tahun, dengan kondisi ekonomi keluarga yang sulit Yuni terpaksa meninggalkan sekolah dan "menerima" tawaran kenalan keluarga mereka untuk bekerja di Singapore sebagai pembantu rumah tangga. Segera setelah "persetujuan" antara Yuni, keluarga dan calo, dokumen perjalanan dll dibuat, tentunya dengan memalsukan beberapa data seperti tanggal lahir. Sesampainya di Singapore, Yuni memang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga disebuah rumah milik orang Singapore keturunan India, tetapi yang dikerjakannya tidak seperti pembantu rumah tangga pada umumnya. Ia disekap di kamar mandi dan diperkosa, ini tidak berlangsung sekali ato dua kali, melainkan selama beberapa bulan. Bahkan si bos busuk bejat penuh nafsu ini tidak peduli, dia melepaskan nafsu busuknya saat Yuni datang bulan, dan penyakit kelamin (yang tentunya didapat dari si bejat) sedang meradang. Setelah beberapa bulan mengalami penyiksaan dan dibawah ancaman, Yuni bisa kabur dari tempat terkutuk itu. KBRI menampungnya dan si bejat dihukum, tapi hanya 3 bulan:/ Sekarang dia sudah kembali ke kampung halaman, setelah beberapa waktu tinggal di Batam. "Aku pengen urip tenang neng kampung mbak" itu kata kalimat perpisahannya.
Beda lagi dengan yang dialami Tun (warga negara Myanmar), situasi politik negara dan keadaan ekonomi yang sulit membuatnya menerima tawaran untuk bekerja sebagai ABK kapal penangkap ikan berbendera Thailand dengan senang hati. Apalagi diawal pembicaraan calo menjelaskan bahwa gaji yang akan diterimanya sebagai ABK cukup menjanjikan. Dimulailah kisah suramnya sebagai "ABK", dia dinaikkan ke sebuah kapal dan kapal terus berlayar ke tengah lautan. Ketika bertanya apa yang harus dikerjakan, dia diminta untuk menunggu karena sebenarnya pekerjaannya bukan diatas kapal tersebut. Kapal berhenti di tengah lautan dan kemudian dia dan beberapa temannya diturunkan disebuah keramba untuk menangkap ikan (mudah2an bnr keramba, karena dia menjelaskan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang terpatah-patah sedangkan aku tidak bisa berbahasa Myanmar ato Thailand). Di keramba itu dia bekerja siang malam , dibawah todongan senjata tanpa makan yang cukup, upah apalagi asuransi keselamatan kerja. Selama beberapa lama bekerja seperti itu, Tun dan teman-teman memutusakn berontak dan terjun ke laut. Mereka berenang dua malam sambil diburu oleh pemilik keramba. Dalam usaha pelarian itu, dua orang temannya tewas, satu karena ditembak saat berenang kabur dan satu lagi meninggal karena tidak pandai berenang. Tragis.....
Masih banyak kisah menyedihkan lain tentang trafficking, tapi dua cerita diatas sudah cukup menyadarkan kita bahwa trafficking atau perbudakan versi baru harus dilenyapkan.
Usaha-usaha untuk counter trafficking sudah dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga asing maupun lokal.
Yah.... selama kemiskinan masih ada, siklusnya (lingkaran setan) ga berakhir.
Mungkin sak jane kemiskinan adalah kejahatan terbesar sepanjang sejarah manusia. Walah ngomong opo to Yuk....??

0 komentar:

Posting Komentar | Feed



Sapedah | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id